Breaking News :

PT. RASR Mencaplok Tanah Warga Mentangai, Kalteng


Berita9 – PT. Rezeki Alam Semesta Raya (RASR) diduga kuat telah menyerobot tanah warga yang bermukim di Kecamatan Mentangai, Kabupaten Kuala Kapuas, Kalimantan Tengah. Perusahaan Perkebunan itu menjadikan lahan warga sebagai lahan karet tanpa mengeluarkan uang ganti rugi ke masyarakat pemilik sah tanah.

Sejak tahun 2004, masyarakat diperdaya dengan janji-janji manis yang tidak pernah kunjung di realisasikan oleh erusahaan. Tanaman karet yang seharusnya bisa dinikmati hasilnya hanya tinggal kenangan oleh hamparan pohon sawit yang tak bawa hasil bagi keluarganya.

Saat Berita9 meminta keterangan ke PT. RASR, salah seorang Direktur PT. RASR Wiliam Utomo membantah perusahaannya tidak membayar ganti rugi kepada warga. Uang ganti rugi diberikan William kepada phak ketiga yang dipercayai perusahaan. Anehnya, William tidak mau menyebut siapa pihak ketiga itu dan berapa dana yang telah dikeluarkan.

Didesak siapa pihak ketiga itu, William bungkam seribu bahasa. “Pokoknya ada, saya membela diri bahwa perusahaan saya dalam kebenaran,” ujar lelaki keturunan itu tanpa mau berbicara lagi. Berkali-kali lelaki ras Thionghoa itu selalu mengatakan pihak ketiga, didesak siapa pihak ketiga, William diam seperti patung. Feeling Berita9, ucapan William hanya sekedar pembelaan belaka, dia tidak mampu menunjukkan bukti telah membayar ganti rugi ke masyarakat.

Sementara itu, ditempat terpisah, pihak Koperasi Manggantang Tarung yang mewakili masyarakat dalam sengketa tanah tersebut, membantah keras pernyataan William bahwa masyarakat telah menerima dana pembebasan lahan. “Suruh kasih tahu siapa pihak ketiga itu, William enggak bisa seenaknya asal bicara, kami akan selesaikan ini secara hukum,” kata Karnadi salah seorang pengurus koperasi.

Menurut pengurus koperasi lainnya, Karminson, selama ini warga belum pernah menerima uang sepeser rupiah pun. “Llahan kami diserobot PT. RASR, janji hanya tinggal janji, itulah yang selama ini kami terima,” ujar Karmison yang dibenarkan warga lainya yang ikut dalam pembicaraan dengan Berita9.

“Saya sudah cukup sabar, bagaimana saya bisa bertahan hidup untuk keluarga, kami para pemilik tanah sudah ditipu mentah-mentah sama PT. RASR,”ujar warga lainnya.

Sementra itu, Bupati Kuala Kapuas Ben Brahim S Bahat mengambil tindakan dengan menurunkan tim kelapangan guna memediasi antara warga dan PT. RASR. Saat mediasi telah disepakati, PT. RASR tidak muncul hadir hingga acara berakhir. Tidak ada satupun perwakilan PT.RASR yang mau menghadiri mediasi tersebut dengan alasan yang tidak jelas. Warga pun dibuat jengkel dengan ulah perusahaan. Parahnya, PT. RASR malahan menurunkan sejumlah warga yang diduga preman bayaran untuk menjaga lahan sengketa.

Keberadaan direksi PT. RASR juga tidak jelas, menurut warga, perusahan secara tiba-tiba mendapat pengakuan dari orang bernama Suratman yang mengaku sebagai Direktur PT.RASR. “Warga baru mendengar nama orang tersebut setelah lahan ini berkonflik, ada lagi ngaku direktur dan punya wewenang menandatangani surat,” kata Karmison.

Bahkan dalam pertemuan dengan anggota Komisi B DPRD Provisi Kalteng ada lagi orang bernama Darwin yang mengaku sebagai direktur. “Warga tidak bisa dibohongin sama perusahaan. Warga tidak menyerah begitu saja, kami mendesak Bupati segera mengambil tindakan tegas,” ujarnya.

Sebenarnya PT. RASR telah banyak melanggar aturan, sejak tahun 2010 Bupati Kuala Kapuas saat itu Muhammad Mawardi telah mengeluarkan surat keputusan pencabutan surat ijin PT. RASR bernomor.153/DISBUNHUT.Tahun 2010 Bupati (saat itu) Muhammad Mawardi mencabut izin pembukaan lahan Perusahaan perkebunan besar swasta (PBS) PT. RASR. Dengan terbitnya surat keputusan tersebut PY. RASR dilarang melakukan aktifitas dan kegiatan pembukaan lahan sebelum mendapatkan pelepasan kawasan hutan dari Menteri Kehutanan. 


Sebelumnya PT. RASR mengajukan 20.000 ha dengan tiga tahapan 500, 4000, 5.500 ha, namun sebagian lahan yang dibuka menjarah kawasan hutan lindung 90,75% (18.150ha). Sesui surat keputusan Menhut RI.SK.292/Menhut-II/2011, warga meminta bisa mengambil alih perkebunan tersebut dikelola dengan swadaya masyarakat menjadi tanah adat di kampung. (red/hwi/bhm)


Laporan Perwakilan Kalimantan

Sulistyo Eka Adi Putra
Share this post :
 
Copyright © 2014. Berita 9 Santun dan Bersahabat - All Rights Reserved
ReDesign by Berita 9