Berita9 - Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) 03 Muslim atas perintah Kabid Pelaksanaan I Pelaksana Jalan Nasional (PJN) Wil II Kalbar, Selamet Rasidi dan Kasatker Wilayah II Suparman, memutus kontrak pemborong pekerjaan diruas jalan Nasional Wilayah II Provinsi Kalbar, pada paket peningkatan Struktur Jalan Batas Kota Sanggau – Sekadau I P.T Citra Baja Bahari (CBB), berbuntut panjang, hampir saja terjadi tindakan anarkis terhadap Muslim.
Karuan, Dirut CBB, Edy Lukito stres luar biasa. Secara khusus dia membantah kabar bahwa pihaknya mengabaikan perintah dan koreksi dari PPK, Muslim. Edy menuduh banyaknya pungli yang dilakukan Selamet Rasidi dan Suparman.
Saking marahnya, Edy yang bermukim di Jakarta terbang ke Pontianak, namun ia tidak berangkat sendiri, melainkan membawa beking seorang pensiunan tentara berpangkat Kolonel berikut dengan belasan orang berambut cepak. Tidak diketahui jelas apakah mereka anggota tentara atau satpam.
Puluhan orang itu memaki-maki Muslim yang dianggap merugikan Edy. Biarpun dimaki-maki, Muslim tidak bergeming dengan keputusannya. Padahal, dipastikan Muslim melakukan itu bukan atas kehendaknya sendiri. Melainkan di perintah Selamet Rasidi.
Secara aturan, yang dapat melakukan pemutusan kontrak adalah atasan langsung seorang PPK. Seharusnya, sebagai atasan, Selamet yang menghadapi Edy Lukito. Tetapi, berhubung Selamet dikenal bernyali kartun, dia malah ngumpet saat Edy bersama kawan-kawannya mengeruduk Muslim.
Muslim juga seharusnya sadar, bahwa ia hanyalah dijadikan "tumbal" Selamet Rasidi dan Suparman. Keduanya malah asyik ngumpet dibawah ketiak amoy daripada membela anak buahnya.
Sebelas dua belas dengan Selamet, Suparman yang memiliki postur tubuh tinggi besar, ternyata bernyali teramat kecil, tidak sebanding dengan posturnya. Dia pun tidak berani menghadapi Edy. Ia memilih sembunyi di satu tempat hingga kondisi stabil lagi. Betul saja, setelah Edy dan kelompok pergi, tak lama Selamet dan Suparman muncul di kantornya.
Sebelumnya diketahui, projek pengerjaan yang dibiayai APBN murni sebesar Rp 25.775 milyar terkesan kejar tayang dan tidak mengindahkan beberapa prosedur tetap pemerintah.
Misalnya, pemasangan rambu-rambu tanda ada pekerjaan, kualitas aspal yang terlihat tidak sempurna. Pasalnya, diruas jalan tersebut banyak jalan yang rusak padahal baru selesai dibangun. Hal itu mengindikasikan bahwa pengerjaan yang dilakukan PT. CBB tidak maksimal. (red/tim investigasi)