Berita9 - Salah satu agenda penting yang dibahas peserta Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konfrensi Besar Nahdlatul Ulama (NU) 2014 di Jakarta, adalah sistem khilafah yang diclaim salah satu pihak sebagai sebuah sistem bernegara yang paling pas di Indonesia.
Dalam forum ini dibahas hadits Nabi Besar Muhammad Rasulullah SAW
yang menyebutkan khilafah. Para Kiai NU menyangsikan kualitas hadits
tersebut. “Hadits ini diriwayatkan oleh Habib bin Salim,
seorang rawi yang kredibiltasnya diragukan di kalangan ahli hadits,”
kata Katib Aam PBNU Dr. KH. Malik Madani, di sela-sela acara Munas dan Konbes NU, Ahad (02/11)
Menurut Kiai Malik, forum para kiai ini juga
menegaskan, dalam pandangan Islam, substansi bernegara dilihat dari teritorialnya sebagai
tempat yang kondusif bagi kemakmuran, kesejahteraan, dan keadilan bagi
warganya. Dalam bahasa Islam disebut Al-‘ibratu bil Jauhar la bil Mazhhar (yang menjadi pegangan pokok adalah substansi, bukan simbol atau penampakan lahiriyah).
Khilafah
itu memang fakta sejarah, pernah dipraktikkan di masa Al-Khulafa’ur
Rasidyun yang sesuai dengan eranya di mana kehidupan manusia belum
berada di bawah naungan negara bangsa (nation state).
Sementara itu, saat membacakan hasil sidang komisi Diniyah yang membacakan hasil musyawarah
sedikitnya 40 kiai NU yang datang dari setiap provinsi di Indonesia,
Sabtu (1/11) malam, Rais Aam PBNU KH Ahmad Ishomuddin MAg, mengatakan, bagi
Islam, negara dan pemerintahan dianggap sah bukan karena bentuknya,
tetapi substansinya. Islam mengukur keabsahan bentuk
sebuah negara melindungi dan menjamin warganya
mengamalkan ajaran agamanya
Saat era khilafah pada jaman Al Khulafa'ur Rasyidin, perangkat pemerintahan dan kesiapan masyarakat masih
sederhana dan terbatas. Saat itu tidak ada sistem birokrasi yang tersusun rapi seperti
sekarang, sehingga dibutuhkan kemampuan lebih seseorang menjadi khalifah.
"Kondisi
saat ini, masyarakat dan pemerintahan terus berkembang,
menuntut bentuk pemerintahan yang berbeda lagi,” kata Rais Syuriyah PBNU
KH Masdar Mas’udi dalam forum yang sama.
NU menilai, sangatlah penting ummat Islam memperjuangkan tegaknya nilai-nilai
substantif ajaran Islam seperti keadilan, kesejahteraan, dan kemakmuran, ketimbang mendirikan simbol-simbol negara Islam yang bersifat
partikular.
Dalam konteks pemerintahan
Indonesia, NU mendorong pemerintah dan mewajibkan umat
Islam untuk melawan setiap gerakan yang mengancam keutuhan NKRI. (red/sw)