Berita9 - Meski sudah tak terurus dan tak ada lagi juru kunci, makam Roro Mendut masih saja kerap didatangi peziarah. Tak di sembarang hari, para peziarah hanya akan datang di malam-malam Kliwon, sesuai dengan penanggalan Jawa.
"Hanya datang di malam-malam Kliwon, tapi biasanya malam Senin Kliwon, Jumat Kliwon," ujar salah seorang warga setempat, Sabtu (6/12).
Namun ia tak menjelaskan kenapa hari itu dipilih untuk berziarah. Makam ini terletak di Dusun Gandu, Desa Sendangtirto, Kecamatan Berbah, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
"Kisah cinta tak direstui," ujar Uci.
Kedua nisan makam kini telah ditumpuk menjadi satu sehingga tingginya mencapai 1 meter. Di atasnya ada kelambu dari kain kafan putih.
Untuk sampai ke makam ini, hanya bisa dicapai dengan berjalan kaki sejauh sekitar 50 meter memasuki kawasan hutan dengan pohon-pohon berukuran sedang. Saat menyambangi makam itu, semak-semak menjalar menutupi jalan tanah setapak, seperti sudah lama tak dijamah manusia.
Namun, begitu sampai di makam, terdapat bunga-bunga tabur yang tampak masih segar. Bunga itu ditaruh di atas selembar daun pisang.
Uci mengatakan bahwa memang dia pernah mendengar ada ritual seks yang dilakukan para peziarah. Itu mengapa warga dusun merusak teras makam.
"Nanti kalau bagus, makin banyak yang datang," kata Uci.
Tak jelas asal usul makam itu dan bagaimana bisa disebut sebagai makam Roro Mendut dan Pronocitro. Para penduduk sekitar juga tak tahu.
Belum reda keprihatinan banyak pihak terhadap ritual seks di Gunung Kemukus, Sragen, Jawa Tengah, rupanya fenomena yang sama juga ada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Tepatnya di sebuah makam tua di Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman, sebelah timur Kota Yogyakarta.
Salah seorang warga asli setempat mengatakan, seks memang menjadi salah satu ritual yang diyakini beberapa peziarah yang datang ke sana.
Menurutnya, hingga saat ini masih ada saja yang datang ke makam itu dan percaya akan mendapat berkah karenanya. Ada yang datang berpasangan, dan kadang berombongan.
"Pernah datang ke sini rombongan 50 orang, pakai mobil banyak sekali. Ada yang dari Solo, Sumatera, Surabaya," tambahnya.
Terdapat dua buah makam yang dipercaya warga sekitar merupakan makam Roro Mendut dan Pronocitro. Dua makam ini terletak di tengah hutan kecil yang berada di tengah desa, tepatnya di Dusun Gandu, Desa Sendangtirto, Kecamatan Berbah, Sleman, DIY. Hutan ini dahulu kala dikenal dengan nama hutan Cepor.
Seorang warga mengatakan bahwa kawasan hutan itu merupakan tanah khas desa. Kedua makam itu berada di pinggir sisi selatan hutan.
Ketika mendatangi makam itu, harus membabat belukar yang menutupi jalan tanah setapak.
Ratusan nyamuk menyerbu, apalagi di musim hujan seperti saat ini. Saat tiba di cungkup, terdapat bunga tabur yang masih segar ada di dalamnya.
Banyak pepohonan rindang berukuran sedang yang mengelilingi makam yang terlindungi sebuah bangunan rumah kecil atau dalam bahasa Jawa dikenal dengan sebutan cungkup. Cungkup makam tersebut tampak tak terurus, beberapa bagian dindingnya menghijau karena lumut.
Di beberapa sudutnya tampak retak. Dan terdapat bekas teras yang kini hancur. "Depannya ini tadinya ada terasnya, tapi hancur karena gempa. Sudah tidak ada lagi yang ngurus," ujarnya.
Di Kemukus pada pekan lalu sudah tak nampak aktivitas ritual seks. Warung reman-remang di kawasan itu sudah ditertibkan Pemkab Sragen.
Seorang pria tua yang dikenal sebagai juru kunci makam, kini tak lagi pernah menyambangi makam itu.
Pria sepuh itu bernama Bahrun. Saat mendatangi rumahnya yang berjarak sekitar 100 meter dari makam, pria tersebut mengaku tak lagi bisa bercerita soal makam itu.
"Saya tidak bisa memberi cerita apa-apa soal makam itu," kata kakek yang saat itu mengenakan peci.
Dia mengaku sudah didatangi oleh banyak orang termasuk dari sejumlah kampus untuk kepentingan penelitian. Tak hanya itu, beberapa peziarah juga mendatanginya untuk minta diantarkan ke makam Roro Mendut.
"Tapi kecewa semuanya, saya nggak mau. Lebih baik sekarang kita melakukan dan memikirkan apa yang ada saja," ujarnya dengan bahasa Jawa.
Setelah dikroscek ke para tetangganya, memang ia menjadi juru kunci terakhir makam Roro Mendut. Namun setelah bencana gempa bumi pada 2006 dan setelah Bahrun naik haji, pria tua itu tak mau lagi berhubungan dengan apapun yang berkaitan dengan makam itu.
"Setelah gempa, lalu naik haji, sudah nggak mau ngurus lagi. Kan dari bapaknya (Bahrun) juga juru kunci," ujar nya.
Sehingga sekarang para peziarah akan datang langsung ke makam tanpa ditemani juru kunci. "Ya masih saja ada yang datang. Tapi langsung ke makam sendiri," imbuhnya.
Mengambil sikap yang sama, warga sekitar juga memilih untuk tidak memperbaiki bangunan makam yang saat ini usang dan tak terawat. Warga khawatir jika nantinya lokasi makam diperbaiki, maka peziarah akan semakin banyak datang.
Pria yang tinggal sejauh 50 meter dari makam ini mengaku, salah satu ritual yang dilakukan para peziarah di makam itu adalah ritual seks. Ritual ini, menurut keterangan harus dilakukan oleh pasangan yang bukan suami-istri. (red)