Berita9 - Militer Turki
diyakini akan mendapat persetujuan dari parlemen untuk menggelar
operasi lintas perbatasan di Suriah dan Irak, pekan ini, setelah militan
ISIS mulai terlihat mengancam wilayah mereka.
Tank dan kendaraan baja
telah disiagakan dekat perbatasan dengan kota Kobani di Suriah, Selasa,
30 September, setelah artileri yang semakin intensif ditembakkan oleh
militan ISIS sebagian jatuh di wilayah Turki.
Semakin mendekatnya
militan ISIS hingga masuk jarak pandang militer Turki di perbatasan,
menjadi peringatan yang menekan Ankara untuk mengambil posisi lebih
tegas terhadap ISIS, setelah sebelumnya menolak terlibat dalam koalisi
melawan ISIS yang dipimpin Amerika Serikat (AS).
Kantor berita Reuters
menyebut Turki khawatir tindakan militer terhadap ISIS akan memperkuat
posisi Presiden Suriah Bashar al-Assad, yang selama ini ingin dijatuhkan
oleh Turki.
Turki juga khawatir jika
militan Kurdi Suriah beraliansi dengan Kurdi di Turki, yang selama tiga
dekade berjuang untuk mendapatkan otonomi lebih luas dari pemerintah
Turki.
Parlemen Turki akan
membuat keputusan, Kamis, 2 Oktober, atas proposal yang diajukan
pemerintah tentang rencana militer di Irak dan Suriah, memperluas mandat
yang sebelumnya memberikan persetujuan bagi militer Turki untuk
menyerang militan Kurdi di utara Irak dan pasukan pemerintah Suriah.
Surat kabar pro-pemerintah Turki, Sabah,
dalam laporannya menyebut dua brigade militer yang terdiri dari 10.000
pasukan telah disiagakan di perbatasan, didukung dengan helikopter serta
pesawat tempur yang siap bila diperlukan.
Sejumlah pejabat senior
Turki, mengindikasikan bahwa Turki akan berusaha mempertahankan
perbatasan tapi tidak secara aktif melakukan intervensi di Suriah atau
Irak. Resistensi Turki terhadap pemerintahan Assad dan suku Kurdi
menjadi alasan utama.
Turki tidak menginginkan
kuatnya Kurdi di Irak, Suriah dan Turki, yang dikhawatirkan dapat
menyisakan persoalan bagi Turki di masa depan. "Pertama kami harus
menjamin keamanan perbatasan kami," kata Presiden Turki Recep Tayyip
Erdogan, yang juga menuntut diberlakukannya zona larangan terbang di
Suriah.
"Apa yang penting bagi
Turki adalah negara seperti AS membuat kebijakan yang komprehensif
untuk Irak dan Suriah," kata seorang pejabat senior Turki, yang dikutip
Reuters.
Washington menginginkan
Turki, anggota NATO dengan kekuatan militer terbesar kedua setelah AS,
agar memainkan peran lebih besar dalam menghadapi militan ISIS. Tapi AS
tidak melihat digulingkannya pemerintahan Assad sebagai bagian dari
strategi.
Sebaliknya Turki lebih
menginginkan jatuhnya Assad. "Turki memiliki kebijakan soal Suriah dan
masih berlanjut. Perginya Assad, pengakuan bagi kelompok oposisi. Setiap
tindakan harus memiliki logika politik," kata pejabat senior Turki.
(ita)
Berita9 - 






