Salah seorang warga memamerkan tiga 'kartu sakti' Jokowi |
Berita9 - Disoal oleh parlemen tentang dasar hukum penerbitan tiga "kartu sakti", Presiden Joko Widodo rupanya sudah menerbitkan Inpres Nomor 7 Tahun 2014 pada Kamis (13/11) dan ditandatangani pada Senin (3/11).
Dalam Inpres tersebut, berisi berisi tentang pelaksanaan program simpanan keluarga sejahtera, program Indonesia pintar, dan program Indonesia sehat yang dikemas dalam bentuk tiga 'kartu sakti', yaitu Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) .
Keputusan Jokowi mengundang reaksi pakar tata negara Yusril Ihza Mahendra. Mantan Mensesneg itu akan menggugat dasar hukum dikeluarkannya tiga 'kartu sakti', pasalnya Inpres 7/2014 bukan lah sebuah dasar hukum.
Berikut pendapat Yusril yang dikutip dari akun Twitter @Yusrilihza_Mhd
1. Program kartu sakti adalah kebijakan atau beleid Presiden. Tiap kebijakan harus ada dasar hukumnya,"
2. Kalau kebijakan sudah dirumuskan atau diputuskan, Presiden keluarkan instruksi kepada bawahan agar kebijakan dilaksanakan. Inpres hanya lah sebuah perintah atasan kepada bawahan, bukan payung hukum.
3. Jadi Instruksi Presiden adalah perintah agar bawahan menjalankan kebijakan yg telah diputuskan oleh Presiden.
4. Karena itu sangat membingungkan kalau dikatakan bahwa 'payung hukum' tiga kartu sakti adalah Instruksi Presiden atau Inpres. Saran saya, Jokowi untuk membuat dasar hukum setiap kebijakan agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari. Pasalnya, dikeluarkannya Inpres sebagai respon kebijakan tiga 'kartu sakti' jelas tidak tepat.
5. Saran saya agar Pemerintah ini meluruskan cara berpikir agar tidak bingung menjalankan roda pemerintahan.
6. Kalau pemerintah bingung rakyat juga bingung. Karena itu pemerintah harus jernih pikirannya dan tahu apa yg harus dilakukan. (red)